Kapankah kita boleh berghibah?

Judul dari pembahasan ini, saya ambil dari sebuah pertanyaan yang diperlukan adanya jawaban yang selaras, untuk itu mari kita pelajari bersama-sama.

Kita sebagai makhluk sosial tentu melakukan komunikasi dengan siapapun, baik itu adik, kakak, bapak, ibu, keluarga kecil, keluarga besar, masyarakat dan sebagainya. Dan terkadang pula dikala kita melakukan komunikasi baik itu disengaja ataupun tidak, sadar ataupun tidak kita melakukan perbuatan ghibah atau menggunjing orang. Padahal pada dasarnya nyata dan jelas perbuatan ghibah atau menggunjing sendiri dilarang atau diharamkan dalam Islam.

Ghibah itu apasih???

Dijelaskan tentang pengertian ghibah ini didalam sebuah hadits riwayat Muslim, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ : أَتَدْرُوْنَ مَا الْغِيْبَةُ ؟ قَالُوْا : اللهُ وَ رَسُوْلُهُ أَعْلَمُ، قَالَ : ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ، فَقِيْلَ : أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِيْ أَخْيْ مَا أَقُوْلُ ؟ قَالَ : إِنْ كَانَ فِيْهِ مَا تَقُوْلُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ، وَ إِنْ لَمْ يَكُنْ فِيْهِ مَا تَقُوْلُ فَقَدْ بَهَتَّهُ

 “Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasannya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “’Tahukah kalian apa itu ghibah?’ Lalu sahabat berkata: ‘Allah dan rasulNya yang lebih tahu’. Rasulullah bersabda: ‘Engkau menyebut saudaramu tentang apa yang dia benci’. Beliau ditanya: ‘Bagaimana pendapatmu jika apa yang aku katakan benar tentang saudaraku?’ Rasulullah bersabda: ‘jika engkau menyebutkan tentang kebenaran saudaramu maka sungguh engkau telah ghibah tentang saudaramu dan jika yang engkau katakan yang sebaliknya maka engkau telah menyebutkan kedustaan tentang saudaramu.’” (HR. Muslim no. 2589)

Text Box: Lalu bagaimanakah hukum mengghibah?

Dalil larangan tidak dibolehkannya ghibah atau menggunjing orang ada terdapat pada Al-Qur’an yakni pada surat Al-Hujurat ayat 12 yang berbunyi:

 يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اجْتَنِبُوْا كَثيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمُ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُم أَنْ يَأكُلَ لَحْمَ أَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُ ۚ وَاتَّقُوْا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوّابٌ رَحيمٌ

Artinya:

“Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak prasangka. Sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa. Janganlah kamu mencari kesalahan orang lain dan jangan di antara kalian menggunjing sebagian yang lain. Apakah di antara kalian suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? tentu kalian akan merasa jijik. Bertakwalah kalian pada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat dan Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujurat : 12)

Dari ayat ini jelas kita diharamakan untuk menggunjing karena  dengan kita menggunjingnya sama halnya dengan kita mengkonsumsi kejelekan saudara kita sendiri.

kapan nih kita bisa berghibahria??? Yaaaahhhh jadi bete nih gak bisa ghibah… trus gmna nih??? Heemmmmzzzz

Ets tenang bro… kita masih bisa berghibahria kok…

Emang apa sih yang membolehkan ghibah itu??? Walaupun mengghibah itu haram kita masih boleh kok mengghibah, tepatnya pada hal-hal tertentu, demi suatu kemaslahatan. dan itu juga karena ada alasan syariat untuk membolehkannya.

Iiiiihh kepo yah?? Makanya gabung di MTsN 1 Bandar Lampung dongsss… di MTsN 1 Bandar Lampung ada Asramanya juga kok bagi yang jauh bisa gabung Asrama…. hehe

Sorry yah promosi dikit… hehe

Jadi Imam Nawawi dalam kitab karangannya “Al-Adzkar” menyebutkan ada enam macam sebab yang membolehkan adanya ghibah, Diantaranya:

  1. Pengaduan terhadap suatu penganiayaan

Misalnya nih: Ada seorang istri yang dianiaya oleh suami, maka boleh si istri mengadukan prihal suami tersebut sampai kepada kejelekannya ke Qodhi/hakim atau siapapun yang berhak menyelesaikan permasalahan itu.

2. Minta bantuan untuk untuk merubah kemungkaran dan mengembalikan seseorang yang berbuat maksiat kejalan yang lurus

Misalnya nih: ada orang bejat kemudian kamu mau menceritakan segala kebejatannya, mungkin dia suka minum-minuman, narkoba, obat-batan, maling dan sebagainya, kamu boleh menceritakanya kepada orang lain dengan syarat meminta baantuan untuk dilarang biar hidupnya lurus.

3. Mita fatwa, (menyebutkan aib kejelakan-kejelekan untuk meminta fatwa)

4. Mengingatkan dan memberi nasehat kepada orang islam

5. Berbuat fasik atau bid’ah secara terang-terangan

Boleh menyebutkan orang yang secara terang-terangan melakukan kefasikan atau bid’ah seperti secara terang-terangan meminum khomar, aniaya, menipu, maling, pungli dsb.

6. Memberitahukan (menjelaskan) agar dikenal tepat

Apabila bagi seseorang itu lebih dikenal dengan gelarnya seperti si rabun, si pincang, si tuli, si bisu, si pesek dan lain-lain, boleh menyebutnya dengan kesadaran ingin menjelaskan agar dikenal tepat orangnya. Tetapi haram kalau menyebutkan aib tersebut dengan niat mengemukakan kekurangan yang ada padanya.